Saturday, November 6, 2010

MAL PRAKTEK DI BIDANG PENDIDIKAN

Kondisi pendidikan di Indonesia sangat memprihatikan dan menghadapi tiga masalah besar yakni; rendahnya mutu pendidikan, lemahnya SDM hasil pendidikan, dan persoalan internal dan eksternal. Indikator rendahnya mutu pendidikan nasional dapat dilihat dari prestasi siswa, dan peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Develomment Index) yaitu kompisisi dari peringkat pencapai pendidikan, kesehatan dan penghasilan per kepala. Rendahnya prestasi siswa menunjukkan bahwa anak Indonesia hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan dan mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran. Keterampilan membaca siswa kelas IV SD hanya mencapai 51,7, sementara siswa SD di Hongkong mencapai 75,5, Singapura; 74,0, Thailand; 65,1 dan Filipina; 52,6 (Studi IEA, tahun 1992). Selain itu, prestasi siswa SLTP kelas 2 di Indonesia di antara 38 negara peserta berada pada urutan ke-32 untuk IPA dan ke-34 untuk matematika (The Third International Mathematic and Science Study-Repeat-TIMSS-R, tahun 1999). Dalam dunia pendidikan tinggi dari 77 universitas yang disurvei di asia pasifik ternyata 4 universitas terbaik di Indonesia hanya mampu menempati peringkat ke-61, ke-68, ke-73 dan ke-75 (Majalah Asia Week).
Indikator lain dari indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Pada tahun 2000 Indonesia berada pada urutan ke 112 (UNESCO, 2000). Kualitas pendidikan menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC) Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia.


Pendidikan merupakan faktor penting dalam pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan kualitas SDM. Namun, SDM hasil pendidikan masih lemah, akibatnya lambannya Indonesia bangkit dari keterpurukan sektor ekonomi. Sementara di Negara Jepang menunjukkan kemajuan ekonomi negara tersebut tak lepas dari peranan pendidikan. Sistem pendidikan di Jepang mampu menghasilkan manusia-manusia yang berkualitas. Kemajuan ekonomi mereka dapatkan karena tingginya kualitas SDM-nya. Negara Asia lainnya yang seperti itu adalah Korea Selatan, Hongkong dan Taiwan. Negara Indonesia jauh tertinggal dan berbeda dengan Negara-negara tersebut, padahal SDA (Sumber Daya Alam) Indonesia relatif banyak. Selain itu, masalah yang dihadapi saat ini dan tantangan masa depan dari faktor internal dan eksternal. Faktor-faktor internal yang mempengaruhi pendidikan meliputi isu-isu yakni: (1) dampak manajemen yang sentralistik, (2) mekanisme pendanaan oleh pemerintah, (3) manajemen dan organisasi, (4) sumber daya manusia, (5) penelitian tindakan kelas/penelitian di perguruan tinggi, dan (6) peran orang tua dalam pendanaan pendidikan. Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi pendidikan yaitu: (1) globalisasi, (2) desentralisasi, (3) politik, (4) perkembangan ekonomi nasional, (5) sosial budaya, dan (6) teknologi. Semuanya itu akibat dari kekeliruan dalam pembangunan pada masa Orde Baru yang menekankan pada pembangunan fisik dan kurang serius dalam pembinaan sumber daya manusia, sehingga semakin maraknya mal praktek di bidang pendidikan.


Mal praktek adalah praktek yang keliru atau tidak benar. Mal praktek di bidang pendidikan dan atau Pendidikan Islam menurut hasil analisis Dirjen Diktis Depag RI dapat berupa, antara lain; Pertama, pengelolaan pendidikan yang tidak disiapkan secara matang. Kedua, penyelenggaraan pendidikan yang tidak bermutu, yakni penyelenggaraan pendidikan yang hanya bersifat formalitas, yakni hanya memberikan gelar dan ijazah tanpa disertai pemberian kemampuan (kompetensi) yang berarti dan berguna bagi lulusan dalam mendarma baktikan diri dan ilmunya bagi kemaslahatan masyarakat. Ketiga, penyelenggaraan pendidikan yang tidak terarah atau tidak jelas arahnya. Keempat, yang terberat adalah penyelenggaraan pendidikan yang memberikan gelar dan atau ijazah tanpa disertai proses pendidikan yang layak dan bermutu.
Pertama, persiapan untuk menghindari mal praktek di bidang pendidikan meliputi; (1) rencana strategis lembaga, (2) program pendidikan (kurikulum) yang jelas arahnya, (3) sumber daya manusia (dosen/guru, dan tenaga administrasi) yang memiliki kompetensi dan berkualitas, (4) fasilitas belajar yang memadai, (5) analisa pengembangan karir (lapangan kerja) bagi lulusannya, (6) dana operasional yang cukup, dan (7) kepemimpinan mutu. Ketidak siapan ini akan mengakibatkan lembaga pendidikan tersebut kurang mampu memberikan layanan pendidikan yang berkualitas kepada peserta didik dan tenaga edukatif. Akibatnya perserta didik kurang dapat memperoleh ilmu, keterampilan dan pembentukan sikap yang mereka perlukan untuk menjadi warga masyarakat yang berguna (mengembangkan karir dan profesinya di masyarakat).


Kedua, penyelenggaraan pendidikan yang tidak bermutu, yakni penyelenggaraan pendidikan yang hanya bersifat formalitas, yakni hanya memberikan gelar dan atau ijazah tanpa disertai pemberian kemampuan (kompetensi) yang berarti dan berguna bagi lulusan dalam mendarma baktikan diri dan ilmunya bagi kemaslahatan masyarakat. Termasuk dalam kategori ini adalah lembaga pendidikan yang tidak dapat memberikan guru/dosen ( pendidik) yang kompeten, tidak dapat menyediakan fasilitas belajar yang memadai, yang tidak mampu menyesuaikan kurikulumnya dengan perubahan kebutuhan masyarakat dan masa depan mahasiswa, yang tidak mampu melatih guru/dosennya agar dapat mendidik siswa/mahasiswa lebih efektif an efisien.


Ketiga, penyelenggaraan pendidikan yang tidak terarah atau tidak jelas arahnya. Termasuk dalam kategori ini adalah lembaga pendidikan yang tidak jelas arah kurikulumnya. Bagi Perguruan Tinggi adalah yang membuka banyak jurusan tetapi perbedaan kompetensi yang diperoleh lulusan dari jurusan yang berbeda itu tidak jelas atau, bahkan, tidak ada.
Keempat, yang terberat adalah penyelenggaraan lembaga pendidikan yang memberikan gelar dan atau ijazah tanpa disertai proses pendidikan yang layak dan bermutu. Praktek seperti itu dapat dikategorikan sebagai penipuan, baik kepada siswa/mahasiswa maupun kepada masyarakat karena, pada dasarnya, gelar dan atau ijazah dapat dianggap sebagai ‘label’ yang mencerminkan isi keilmuan, ketrampilan, dan sikap pemiliknya. Ketika ‘label’ tidak sesuai dengan ‘isi’, maka lembaga pemberi ‘label’ tersebut dapat dianggap telah melakukan penipuan kepada masyarakat.


Lebih lanjut Dirjen Diktis Depag RI memprediksi bahwa ‘Mal-praktek bidang pendidikan’ khususnya pendidikan agama Islam seperti tersebut di atas akan menimbulkan kerugian besar, baik bagi siswa/mahasiswa maupun bagi masyarakat. Kerugian yang akan diderita oleh siswa/mahasiswa adalah, antara lain, tersia-siakannya usia, tenaga, fikiran, usaha keras, dan dana yang tidak sedikit guna mempelajari ilmu, ketrampilan, dan sikap yang tidak banyak manfaatnya bagi pengembangan karir dan profesinya di masyarakat. Ijazah dan gelar yang telah mereka peroleh dengan pengeluaran dana yang tidak sedikit itu (bahkan kadang-kadang disertai usaha keras dan memakan waktu lama), ternyata tidak dapat meningkatkan prestasi kerja mereka di masyarakat.


Kerugian lebih besar akibat ‘mal-praktek’di bidang pendidikan, diderita oleh masyarakat. Masyarakat yang semula mengira bahwa ‘label’ (gelar dan atau ijazah) yang diberikan oleh … lembaga pendidikan itu benar-benar mencerminkan ‘isi’ (ilmu, ketrampilan, dan sikap) yang bagus akan merasa tertipu setelah melihat kinerja lulusan … lembaga pendidikan yang buruk atau tidak sesuai dengan gelar dan atau ijazah atau kesarjanaanya. Kekecewaan masyarakat ini dapat berakibat pada turunnya, bahkan hilangnya, kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pendidikan sebagai lembaga yang diberi hak untuk memberikan gelar dan atau ijazah atau kesarjanaan sesuai dengan bidang ilmu.


Masyarakat perlu mendapatkan perlindungan dari ‘mal-praktek’ di bidang pendidikan, dan itu harus dilakukan oleh pemerintah. Pemerintah (dalam hal ini Dirjen Dikti Diknas dan Dirjen Diktis Depag RI) juga harus mencegah terus berkembangnya ‘mal-praktek’ di bidang ini karena hal ini menyangkut citra lembaga pendidikan yang digunakan pada nama lembaga pendidikan atau perguruan tinggi tersebut. Beberapa penyebab banyak terjadinya ‘mal-praktek’ ini antara lain; (1) kurang efektifnya pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah, (2) belum optimalnya pengembangan kapabilitas pendidikan, (3) belum optimalnya penerapan desentralisasi pendidikan, dan (4) belum optimalnya akuntabilitas pendidikan. Rincian penjelasan tersebut sebagai berikut.


Pertama, Ujian Negara/UAS/Ujian Skripsi/Thesis/Disertasi yang semula dimaksudkan untuk menjaga mutu lulusan lembaga pendidikan ternyata telah gagal melakukan tugas dan fungsinya. Ketidak-tegaan atau ‘kebaikan hati’ sebagian penguji Negara telah mengakibatkan lulusnya para siswa/mahasiswa yang tidak, atau kurang, memiliki ilmu yang sesuai dengan jenjang dan bidang keahliannya. Hal ini pada gilirannya dapat menurunkan citra mutu lembaga pendidikan, baik negeri maupun swasta. Misalnya, di Lembaga Pendidikan Negeri atau Perguruan Tinggi Negeri/Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri pun kendali mutu ini tidak dilaksanakan dengan baik. Mutu pendidikan di Lembaga Pendidikan (SMU/MA, SMP/MTs, SD/MI) Negeri atau Perguruan Tinggi Negeri/Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri hanya berdasarkan asumsi ‘baik’ tanpa disertai pemantauan dan pengujian. Akibatnya, ketika kenyataan menunjukkan bahwa banyak lulusan lembaga pendidikan yang tidak mendapat tempat dimasyarakat, orang pun bingung mencari dimana letak kesalahannya.


Kedua, belum optimalnya pengembangan kapabilitas pendidikan ditandai dengan (1) masih kuatnya ketergantungan pendidikan terhadap pemerintah pusat, (2) penyelenggaraan pendidikan yang belum demokratis, belum akuntabel dan belum bermutu, (3) kurikulum belum mampu membentuk kepribadian dan profesionalisme, (4) filsafat konstruktivisme belum diterapkan sepenuhnya, (5) pendekatan rekonstruksi sosial belum sepenuhnya diterapkan, dan (6) belum optimalnya implikasi konstruktivisme dalam proses belajar.


Ketiga, belum optimalnya penerapan desentralisasi pendidikan dapat diketahui dari (1) implementasi dari kebijakan pengaturan perimbangan kewenangan pusat-daerah belum disesuaikan dengan kondisi daerah dan belum dilibatkannya berbagai pihak dalam perumusan kebijakan operasional otonomi daerah dalam pengelolaan pendidikan, yang meliputi aspek-aspek kelembagaan, kurikulum, sumber daya manusia, pembiayaan, dan sarana-prasarana, (2) belum optimalnya partisipasi masyarakat dalam pendidikan, (3) penguatan kapasitas manajemen pemerintah daerah belum terbagi dengan baik, (4) pendayaan bersama sumber daya pendidikan masih mengarah pada egoisme sempit di kalangan pengelola dan pelaku pendidikan, (5) hubungan kemitraan antara stakeholders pendidikan belum mampu mendorong perkembangan pendidikan, karena belum adanya regulasi yang mempunyai kekuatan hukum, mengatur kewenangan dan kekuasaan pemerintah, masyarakat dan orang tua siswa; belum dikembangkannya wadah yang memungkinkan banyak pihak saling bertemu, berdiskusi, dan membangun komitmen bersama, dan; belum dikembangkannya upaya-upaya untuk memotivasi orang tua, masyarakat, dan yayasan-yayasan penyelenggara pendidikan untuk menjalin hubungan sinergis dan saling menguntungkan dengan pemerintah, dan (6) pengembangan infrastruktur sosial yang kokoh.


Keempat, belum optimalnya akuntabilitas pendidikan, yakni (1) belum optimalnya kinerja lembaga akreditasi pendidikan, (2) masih rendahnya penerapan profesionalisme manajemen pendidikan, (3) belum konsistennya penerapan manajemen mutu terpadu (TQM) dalam pendidikan, (4) belum jelasnya peningkatan kesejahteraan dan penerapan sistem pengembangan karier guru, dan (5) lemahnya penegakan legalitas penyelenggaraan pendidikan.
Dengan diketahuinya kerugian-kerugian dari mal praktek di bidang pendidikan ini, dan diketahuinya faktor-faktor penyebabnya, maka semua pihak (pemerintah, lembaga pendidikan dan masyarakat) diharapkan bersatu untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya mutu pendidikan di semua jenis dan jenjang pendidikan. Pemerintah, lembaga pendidikan atau masyarakat dapat memfasilitasi hal tersebut melalui forum atau diskusi rutin, sehingga siswa/mahasiswa, orang tua, masyarakat dan pemerintah dapat terhindar dari praktek pendidikan yang kurang benar atau keliru, semoga. Amiin.

*) Penulis adalah dosen STAIN Pontianak.

Baca Selengkapnya......

Tuesday, October 26, 2010

Manfaat Internet Sebagai Media Pendidikan

Teknologi internet hadir sebagai media yang multifungsi. Komunikasi melalui internet dapat dilakukan secara interpesonal (misalnya e-mail dan chatting) atau secara masal, yang dikenal one to many communication (misalnya mailing list). Internet juga mampu hadir secara real time audio visual seperti pada metoda konvensional dengan adanya aplikasi teleconference.

Berdasarkan hal tersebut, maka internet sebagai media pendidikan mampu menghadapkan karakteristik yang khas, yaitu
a. sebagai media interpersonal dan massa;
b. bersifat interaktif,
c. memungkinkan komunikasi secara sinkron maupun asinkron.

Karakteristik ini memungkinkan pelajar melakukan komunikasi dengan sumber ilmu secara lebih luas bila dibandingkan dengan hanya menggunakan media konvensional.
Teknologi internet menunjang pelajar yang mengalami keterbatasan ruang dan waktu untuk tetap dapat menikmati pendidikan. Metoda talk dan chalk, ”nyantri”, ”usrah” dapat dimodifikasi dalam bentuk komunikasi melalui e-mail, mailing list, dan chatting. Mailing list dapat dianalogikan dengan ”usrah”, dimana pakar akan berdiskusi bersama anggota mailing list. Metoda ini mampu menghilangkan jarak antara pakar dengan pelajar. Suasana yang hangat dan nonformal pada mailing list ternyata menjadi cara pembelajaran yang efektif seperti pada metoda ”usrah”.

Berikut adalah beberapa manfaat penggunaan teknologi informasi :
•arus informasi tetap mengalir setiap waktu tanpa ada batasan waktu dan tempat;
•kemudahan mendapatkan resource yang lengkap,
•aktifitas pembelajaran pelajar meningkat,
•daya tampung meningkat,
•adanya standardisasi pembelajaran,
•meningkatkan learning outcomes baik kuantitas/kualitas.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa internet bukanlah pengganti sistem pendidikan. Kehadiran internet lebih bersifat suplementer dan pelengkap. Metoda konvensional tetap diperlukan, hanya saja dapat dimodifikasi ke bentuk lain. Metoda talk dan chalk dimodifikasi menjadi online conference. Metoda ”nyantri” dan ”usrah” mengalami modifikasi menjadi diskusi melalui mailing list.

Baca Selengkapnya......

Thursday, April 30, 2009

SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI PENDIDIKAN


HADIRILAH!!!

TEMA :
“ Guru VS Komputer ? ”

( Mendongkrak Mutu Pendidikan Melalui Media Berbasis Komputer ).

Sub tema :
1.Peran Komputer dalam meningkatkan mutu pendidikan,
2.Pendidik dalam menghadapi perkembangan teknologi yang semakin maju,
3.Nilai pendidikan dari teknologi komputer.


PEMBICARA:
1.Uwes Anis Chaeruman, M.Pd (Pakar IT & e-learning, Pendiri fakultasluarkampus.net)
2.Dr. Sulistyo, M.Pd (Ketua PGRI Nasional)
3.Prof. Dr. Haryono, M.Psi (Guru Besar FIP UNNES)

PELAKSANAAN KEGIATAN
Hari/ tanggal : Sabtu, 16 Mei 2009
Waktu : 08-00 – 13.15
Tempat : Gedung C7 FIS UNNES

Biaya Pendaftaran :
• Rp. 75.000,- (Guru,Dosen)
• Rp. 75.000,- (Umum)
• Rp. 25.000,- (Mahasiswa)
• Rp.125.000,- (Pemakalah Pendamping)

Contact Person:
o 085230166967 (Danang Budiyarso)
o 085641033461 (Sa’adatul Athiyah)

PALING LAMBAT TGL 13 MEI 2009!!!

Baca Selengkapnya......

Saturday, April 18, 2009

POTRET HASIL PENDIDIKAN INDONESIA 2007 KUALITAS MINIM, DAYA SAING RENDAH


Beberapa waktu yang lalu, UNDP (United Nation Development Program) atau Badan PBB yang menangani masalah pendidikan mengeluarkan data tentang peringkat Negara-negara dunia berdasarkan daya saing kualitas sumber daya manusia tahun 2007 atau Human Development Index 2007. Dari 177 negara yang diteliti, Indonesia menduduki peringkat hampir terakhir yaitu di posisi 107. Artinya kualitas daya saing sumber daya manusia Indonesia sangat rendah di pasar internasional. Data hasil UNDP ini tentu memprihatinkan bagi masyarakat Indonesia. Apalagi AFTA akan segera diberlakukan dan daya saing tenaga kerja Indonesia dinilai dimata dunia masih tergolong rendah. Kualitas daya saing bangsa masih kalah dengan Negara tetangga Malaysia dan Singapura yang menduduki peringkat di kurang dari seratus. Data yang dikeluarkan UNDP ini sekilas dapat menjadi potret evaluasi hasil pendidikan di Indonesia saat ini. Meskipun data ini masih perlu dikaji lebih lanjut untuk mendapatkan hasil data yang lebih akurat. Saat masa 100 tahun umur kebangkitan nasional dipijak, pendidikan sumber daya manusia di Indonesia masih memprihatikan.

Kenyataan bahwa kualitas pendidikan yang diperoleh masyarakat minim sehingga menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang berdaya saing rendah, seharusnya lebih memacu pemerintah untuk memprioritaskan pendidikan sebagai program utama perbaikan Negara. Pemerintah seharusnya lebih tergerak untuk memfasilitasi peningkatan pendidikan dan menggerakkan masyarakat untuk memperoleh pendidikan berkualitas. Beban angka pengangguran yang sangat tinggi di Indonesia akan semakin bertambah karena daya saing SDM Indonesia yang rendah. Investasi dari luar negeri pun akan menurun karena kualitas pendidikan minim, sehingga upah para tenaga kerja pun sangat rendah. Dampak yang lebih memprihatinkan akibat rendahnya daya saing SDM Indonesia adalah terjadinya kebangkrutan Negara saat pemberlakuan pasar bebas globalisasi nanti.


Perhatian ekstra Pemerintah pada bidang pendidikan di Indonesia masih minim. Pendidikan belum menjadi prioritas utama. Sehingga fasilitas yang diberikan Pemerintah sampai sekarang masih minim. Pada awal reformasi bergulir, ada secercah harapan pendidikan di Indonesia menjadi perhatian utama dengan dikeluarkannya Undang-Undang No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pasal 49 ayat (1) menyatakan bahwa dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari anggaran pendapatan belanja nasional (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Namun tanpa diduga muncul undang-undang baru dengan keluarnya keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 24/PUU-V/2007 yang menguji Pasal 49 ayat (1) UU No.20/2003 tentang Sisdiknas. MK memutuskan bahwa dana pendidikan selain biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari APBN pada sector pendidikan dan minimal 20% dari APBD. Konsekuensi dari keluarnya keputusan MK ini, antara lain menyebabkan terbatasnya anggaran peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia. Karena anggaran pendidikan tersebut dipergunakan untuk kepentingan yang lebih banyak meliputi kebutuhan biaya untuk kualifikasi akademik guru menjadi minimal strata satu, tunjangan-tunjangan guru, biaya investasi rehabilitasi gedung yang rusak, pengadaan sarana pendidikan dan peningkatan pelayanan pendidikan. Semakin minimnya anggaran pendidikan yang dialokasikan Pemerintah dengan dikeluarkannya Surat Keputusan MK tersebut di atas mengakibatkan masyarakat kembali harus memikul beban biaya operasional pendidikan yang tidak sedikit untuk memenuhi semua kebutuhan yang mendukung terwujudnya pendidikan bermutu. Kondisi ini cenderung berakibat pada terbatasnya akses pendidikan untuk semua kalangan masyarakat, terutama kalangan masyarakat kurang beruntung, angka putus sekolah meningkat, presatasi belajar peserta didik cenderung sulit diperbaiki, dan sebagainya.

Persoalan minimnya kualitas pendidikan dan rendahnya daya saing SDM Indonesia semakin serius, ditengah kondisi ekonomi masyarakat pasca naiknya BBM yang akan diberlakukan dalam waktu dekat ini. Beban hidup masyarakat semakin berat dan beban Negara semkain bertambah. Padahal kualitas unggul SDM Indonesia agar berdaya saing tinggi sangat mendesak dibutuhkan mengingat bangsa Indonesia harus memenuhi rumusan Millennium Development Goals (MDG) pada tahun 2015. Jika pendidikan tidak juga menjadi prioritas utama dan keputusan MK tentang Sisdiknas ini tidak dikaji ulang maka bukannya tidak mungkin kualitas pendidikan semakin terabaikan, banyaknya keberadaan SDM tidak kompetitif, dan kesejahteraan masyarakat tidak dapat diwujudkan. Pada akhirnya cita-cita pembangunan nasional untuk mencerdaskan bangsa dan menyejahterakan rakyat secara keseluruhan semakin sulit dicapai. Pengkajian keputusan MK tentang Sisdiknas ini sangat mendesak untuk dilakukan. Apalagi keluarnya keputusan MK tentang Sisdiknas ini lebih berkesan menyelamatkan lembaga eksekutif dari pelanggaran UUD 1945, padahal dalam kenyataan prakteknya keputusan ini kontraproduktif.

Selain masalah prioritas dan anggaran, sistem penjaminan mutu pendidikan di Indonesia terutama pendidikan tinggi sekarang ini masih bersifat insidental/sporadis/tidak berkelanjutan dan pada umumnya tidak dilakukan dengan kesadaran penuh. Akibatnya, strategi penjaminan mutu yang dilakukan pemerintah, diantaranya penetapan pedoman penjaminan mutu pendidikan tinggi dari Ditjen Dikti belum sepenuhnya berhasil meningkatkan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia. Kondisi ini sebagai akibat langsung dari sentralisasi pengelolaan pendidikan tinggi yang selama ini dilakukan. Dimana sebagian besar masyarakat behkan pengelola perguruan tinggi masih berpandangan, suatu program studi dianggap bermutu hanya jika mendapat pengakuan dari Pemerintah atau badan akreditasi yang diselenggarakan Pemerintah. Oleh karenanya sistem penjaminan mutu pendidikan khususnya pendidikan tinggi perlu diperbaiki pengeloalaannya, serta masyarakat dan pengelolan lembaga pendidikan perlu disadarkan dan diarahkan untuk mengembangkan pendidikan yang bermutu dan dapat berdaya saing di pasar internasional. Cita-cita mencedaskan bangsa dapat terwujud jika Pemerintah memprioritaskan pendidikan sebagai program utama dengan bersungguh-sungguh memfasilitasi operasional pendidikan, pengelola lembaga pendidikan melaksanakan tugas mendidik dan transfer ilmu secara terarah dan terencana , dan masyarakat secara sadar dan mandiri mampu mengkases pendidikan untuk meningkatkan kualitas produktivitasnya sendiri. Situasi persaingan global saat ini, kesadaran akan kualitas atau uality consciousness harus ditanamkan secara dini kepada masyarakat. Karena dalam situasi persaingan yang semakin ketat ini, sumber daya makin terbatas, perkembangan teknologi maupun perilaku konsumen yang berubah dengan cepat, maka kualitas menjadi senjata dalam memenangkan persaingan.

Baca Selengkapnya......

Friday, March 6, 2009

Kabar Terbaru dari Pengembangan Blog Pendidikan

Masih ingat dengan berita tentang ide pengembangan blogpendidikan.com. Gayung bersambut, ternyata ide tersebut mendapatkan dukungan positif dari PT. Telekomunikasi Indonesia (Telkom) Kandatel Semarang berupa fasilitas domain dan hosting gratis. Berikutnya tim pengembang akan mengimplementasikan aplikasi aggregator ke dalam web server. Harapan kami sistem ini dapat selesai dalam waktu kurang dari dua bulan (mulai sekarang). Blog ini nantinya akan mengagregasi konten blog dari para anggota yang terdaftar secara otomatis, sehingga posting terbaru dari tiap-tiap blog akan ditampilkan di halaman depan blogpendidikan.com. Sedangkan blog anggota akan dikategorikan dalam kategori :
* Blog Sekolah (blog institusi pendidikan)
o SD
o SMP
o SMU
o SMK
o Universitas
* Blog Pendidik (blog pribadi para pendidik, guru, dosen, librarian, pustakawan dan praktisi pendidikan formal dan non-formal lainnya)
* Blog Edukasi Tematis (maksudnya blog yang memberikan tip, trik dan tutorial spesifik dengan bidang keilmuan tertentu)

Kategori di atas masih merupakan rancangan awal, bagi Anda yang memiliki ide penambahan kategori atau sumbang saran dapat disampaikan melalui fasilitas komentar.

Baca Selengkapnya......

Tuesday, February 24, 2009

3 Bidang Penting Dalam Pendidikan

Meraih masa depan cerah dengan pendidikan untuk mendapatkan keamanan finansial merupakan salah satu tujuan dalam menjalani karir dan dalam berbisinis disamping tujuan tujuan yang lain yakni ingin mendapatkan pengakuan, penghormatan dan tujuan sosial lainnya. Untuk itu diperlukan perencanaan yang matang sejak usia dini atau masa pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu modal dalam berkarir dan berbisnis.

Dalam menempuh pendidikan ada 3 hal penting yang diperlukan oleh orang tua, pembelajar/siswa, guru, atau perencana pendidikan. Yakni mengenai materi pendidikan yang perlu diajarkan:

1. Pendidikan scholastic(dasar). Seperti agama, berhitung dan bahasa dan kesehatan.
Agama. Pendidikan agama sangat diperlukan karena dengan memiliki agama, maka seseorang bisa memperoleh petunjuk, motivasi, kedamaian, ketenangan jiwa, kesehatan rohani atau soul health.
Berhitung atau matematika diperlukan agar kelak siswa bisa berpikir matematis dan bisa membuat perhitungan-perhitungan untuk perencanaan, penelitian, aktivitas berdagang dan aktivitas lain yang mana angka-angka sangat diperlukan dalam dunia kerja.
Bahasa Indonesia atau bahasa asing agar siswa bisa berkomunikasi dengan baik secara lesan dan tulis. Dewasa ini banyak informasi bisa diperoleh dari media cetak dan elektronik(internet) apalagi kemampuan bahasa Inggris sangat dibutuhkan dalam menyerap ilmu pengetahuan baru dan berkomunikasi secara verbal.
Pendidikan kesehatan kepada siswa diperlukan agar kelak minimal bisa menjaga kesehatannya sendiri.

2. Pendidikan ketrampilan(skill)
Pendidikan ketrampilan diperlukan dalam dunia kerja , memperoleh kerja atau membuat usaha usaha mandiri. Ketrampilan bisa berupa bertani, memasak, menjahit, mengetik, computer, mekanik, mengajar, manajemen, memasarkan, elektronika, dll.

3. Pendidikan keuangan(financial education)
Pendidikan ini diperlukan agar seseorang bisa mengelola keuangannya dengan baik. Bagaimana agar perekonomian rumah tangga agar tidak goyah, mengatur belanja, tabungan atau investasi.

Dengan 3 bidang pilar pendidikan tersebut, maka seseorang memiliki modal untuk mencapai kesuksesan hidup. Selanjutkan diperlukan penekanan terhadap konsistensi diri untuk menerapkan ilmunya yang diperoleh dalam belajar secara terus menerus sehingga ilmu yang didapat melekat secara permanen pada diri pembelajar dan berguna bagi diri sendiri atau orang lain.

Referensi: Rich Dad Poor dad, Robert. T. Kiyosaki

Baca Selengkapnya......

Thursday, January 8, 2009

PENERAPAN TEKNOLOGI TERHADAP PENDIDIKAN TERBUKA DAN JARAK JAUH (PTJJ)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Konsep Teknologi Pendidikan terbuka dan Jarak Jauh

Definisi Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh
Salah satu upaya untuk memberikan layanan pendidikan bagi masyarakat yang mengalami kendala tertentu seperti kendala geografis, ekonomi, sosial, maupun keterbatasan waktu adalah melalui undang-undang sistem pendidikan nasional No. 20 tahun 2003 yang mengungkapkan bahwa fungsi pendidikan jarak jauh adalah memebrikan layanan pendidikan kpada kelompok masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau register.


Menurut Moore dan Kearsly dalam Setijadi (2005:1) pendidikan jarak jauh adalah belajar yang direncanakan di tempat lain dan di luar tempat mengajar. Oleh karena itu, diperlukan teknik-teknik khusus desain mata pelajaran, teknik-teknik khusus pembelajran, metodologi khusu komunikasi mellaui berbagai media dan penataan organisasi serta administrasi yang khusu pula. Pendidikan jarak jauh dapat diselenggarakan pada semua jalur , jenjang, dan jenis pendidikan (UU sisdiknas tahun 2003). Menurut Setijadi (2005) pendidikan terbuka dan jarak jauh di Indonesia terdiri atas bberapa jenis yaitu :
1. Pendidikan dasar dan menengah terbuka dan jarak jauh yang terdiri dari SMP/MTs terbuka dan jarak jauh SMA?MA terbuka dan jarak jauh.
2. Pendidikan terbuka dan jarak jauh pada tingkat Pendidika Tinggi yang salah satu contohnya adalah universitas terbuka.
3. Pendidikan non formal terbuka dan jarak jauh yang terdiri dari program kesetaraan program paket A<>
4. pelatihan profesional jarak jauh, contohnya adalah PMJ-PMM (pelatihan Manajemen Jarak Jauh PPM)
5. pendidikan guru jarak jauh, contoh FKIP universitas terbuka.
Dengan demikian, pada dasarnya pendidikan terbuka dan jarak jauh adakllah jenis pendidika dimana peserta didik berjarak jau dari pendidik, sehingga pendidikan tidak dapat dilakukan dengan cara tatap muka sesering pendidikan reguler. Karena itu penyampaian pesan pendidik kepada peserta didik harus dilakukan melalui media yang berkembang sejalandengan perkembangan teknologi yang semakin maju.
Media tersebut dapat berupa media cetak, radio, televisi, komputer maupu yang sedang berkembang saat ini yaitu internet atau teleconference.

B. Kondisi Real

Teorinya, teknologi yang berkembang saat ini memudahkan kita untuk menyelesaikan masalah pemertaaan pendidikan di Indonesia. Tetapi kenyataannya masalah pemerataan pendidikan di Indonesia belum juga teratasi. Masih banyak peserta didik yang ada di daerah pedalaman yang masih tertinggal pendidikannya dibanding dengan daerah perkotaan. Salah satu alasan terhambatnya pemerataan pendidikan di Indonesia adalah tidak meratanya saran dan prasaran yang digunakan sebagaio media pembelajran. Teknologi yang berkembang belum sepenuhnya merata disalurkan ke seluruh pelossok negeri. Misalnya masih terbatasnya kkomputer yang berjaringan internet di pelosok papua atau daerah pedalaman lain. Dengan keterbatasan pemerataan teknologi itulah pemertaan pendidikan masih menjadi masalah yang serius.

C. Permasalahan dan Rumusan Masalah

Dari kondisi riil diatas maka permasalahan yang akan diangkat adalah Bagaimanakah penerapan teknologi dalam penyelenggaraan pendidikan terbuka dan jarak jauh ?
Secara lebih rinci, rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Teknologi apa sajakah yang cocok diterapkan dalam pendidikan terbuka dan jarak jauh?
2. Apa sajakah manfaat teknologi tersebut dalam pendidikan terbuka dan jarak jauh ?

BAB II
PEMBAHASAN


Pada penyelengagraan pendidikan terbuka dan jarak jauh, diperlukan teknologi sebagai alat bantu pemerataan pendidikan. Beberapa teknologi pendidikan terbuka dan jarak jauh yang berkembang saat ini antara lain rasio dengan program siaran rasio pendidikan, televisi melalui program TV Edukasi (TV E), komputer dengan jaringan internet yang kemudian digunakan sebagai pembeleajran berbasis e-learning, dan teknologi multimedia lain. Semua teknologi itu jika diguankan pad saeluruh pelosok negeri dapat mengatasi masalah pemerataan pendidikan di Indonesia.
Tetapi kenyataannya, sumber daya daerah yang tidak sama, mmebuat perbedaan kemampuan daerah dalam memenuhi perkembangan teknologi yang maju sangat pesat. Tidak dipungkiri masih banyak daerah yang tertinggal untuk masaalh teknologi. Seharusnya teknologi bukan untuk mmebebani suatu daerah tetapi untuk mempermudah daerah tersebut.
Di bawah ini adalah teknologi yang cocok digunakan dalam pendidikan terbuka dan jarak jauh :
1. Radio
Radio merupakan salah satu teknologi yang dapat dikatakan cocok digunakan dalam pendidikan terbuka dan jarak jauh dimanapun. Jaringan radio hampir dapat dijangkau oleh seluruh wilayah Indonesia termasuk daerah terpencil. Radio melalui siaran radio pendidikan yang disiarkan atas kerjasama Dians Pendidikan da Pustekom memebrikan kemudahan dalam penyebaran inforamsai yang terkait dengan peningkatan mutu pendidikan. Pada masanya, radio merupakan teknologi yang cukup efektif untkpenyelenggaraan pendidikan terbuka dan jarak jauh. Tetapi siaran radio pendidikan saat ini kurang diminati oleh masrakat karena dianggap kurang menarik dan terkesan monoton.
2. Televisi
Menurut Skomis (dalam Anwas, 1999) dibandingkan dengan media massa lainnya (radio, surat kabar, majalah, buku, dan lain sebagainya), televisi tampaknya mempunyai siaft istimewa. Televisi merupakan gabungan dari media dengar dan gamabr hidup (enterteinment), pendidikan (educatif), atau bahkan gabungan unsur-unsur tersebut. Skomis (dalam Anwas, 1999) lebih lanjut menegaskan bahwa sebagai inforamsi, televisi emiliki kekuatan yang ampuh (powerful) dalam menyampaiakn pesan. Karena media ini menghadirkan pengalama seolah-olah dialalmi sendiri dengan jangkauan luas (broadcast) dalam waktu bersamaan. Penyamapain isi pesan seolah-olah langsung abnntar komunikator dan komunikan . Pesan-pesan edukatif baik dalam aspek kognitif, afektf dannn psikomotorik bisa dikemas dalam bentuk program televisi. Selain itu jaringan televisi juga dapat dijangkau oleh sebgain besar wilayah di Indonesia termasuk daerah yang terpencil. Dengan mengguankan tekniologi televisi , tujuan penididkan terbuka dan jarak jauh menjadi lebih mudah tercapai apabila dikemas dengan tayanagan yang menarik tetapi edukatif.
3. Multimedia interaktif
Multimedia menurut Purmanto (2005:151) dapat disebutkan sebagai kombinasi dari berbagai media yang terdiri dari teks, grafis, gambar diam, animasi, suara, dan video. Teknologi yang mendukung meultimedia antara lain adalah komputer, CD-player, TV, VCD-player , radio dll. Multimedia interaktif ini memberikan kemudahan penyebaran informasi yang diahrapkan membuat pendidikan menjadi merata. Teknologhi yang digunakan untuk multimedia interaktif saa ini semakin berkembnag..
4. Komputer dan jaringa internet
Komputer adalah alat bantu yang luar biasa dapat menyimpan data dan memproses data. Disini komputer dengan jaringan internetnya menyebarluaskan data informasi yang tersimpan dalam komputer.

BAB III
SIMPULAN
A. Simpulan
1. Teknologi yang cocok diguankan dalam peniddikan terbuka dan jarak jauh :
a. radio
b. televisi
c. multimedia interaktif
d. komputer dan jaringan internet
2. Teknologi sangat berperan dalam proses pembelajaran terbuka dan jarak jauh tetapi tidak semua teknologi dapat diterapkan di seluruh Indonesia.
B. Saran
1. Harus dicari teknologi yang cocok dengan sumber daya daerah sehingga teknologi tidak menjadi halangan dalam proses pembelajaran.
2. Teknologi pendidikan terbuka dan jarak jauh harus tersu berkembang sejalan dengan teknologi yang selalu maju pesat.

DAFTAR PUSTAKA

Anwas, Oos.1999. Antara Televisi, Anak, dan Keluarga (Sebuah Analisis). Jakarta : Pustekkom
Miarso, Yusufhadi. 2004. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan . Jakarta : Kencana
Purwanto. 2005. Jejak Langkah Perkembangan Teknologi Pendidikan di Indonesia. Jakarta :Pustekkom
Setijadi.2005. Buku Pedoman Pendikan Jarak Jauh. Jakarta : Universiitas Terbuka UU Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003

Mata Kuliah : Sistem Belajar Mandiri

Dosen Pengampu : 1. Drs. Wardi

2. Yuli Utanto, S.Pd, M.Pd

Jurusan : Kurikulum dan Teknologi Pendidikan
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Semarang 2009


Baca Selengkapnya......